News
Dongkrak Pendapatan Negara dengan Kenaikan PPN
Jakarta – Rencana kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) kembalimengemuka ditengah transisi pemerintahan, dimana kebijakanini merupakan kelanjutan atas aturan yang telah disusun dantelah ditetapkan di masa pemerintahan saat ini. Dasar hukumkenaikan PPN 12% adalah UU No.7 Tahun 2021 tentang HPP Pasal 7 Ayat (1), salah satunya adalah mengatur kenaikan tarifPPN secara bertahap, yaitu dari 10% menjadi 11% yang berlakupada 1 April 2022 dan kemudian menjadi 12% yang mulaiberlaku paling lambat 1 Januari 2025.
Disela kehadirannya pada acara perayaan Hari Ulang Tahun(HUT) ke-4 dari Indonesia Financial Group (IFG), yang diadakan pada tgl 18-22 Maret 2024 di gedung Graha CIMB Niaga Jakarta, Praktisi Keuangan dan juga seorang Bankir, Wibisana Bagus Santosa, mengatakan bahwa awal mulakebijakan peningkatan PPN ini dilakukan dalam mengatasidampak dari Covid-19, dimana menjadi tambahan penerimaannegara. Atas tambahan penerimaan tersebut, Pemerintah bisamembeli bantuan barang kebutuhan pandemi Covid-19 sepertivaksin dan bantuan sosial lain untuk masyarakat.
Wibisana melanjutkan penjelasannya bahwa meskipun saat inikita sudah dalam fase recovery dari Covid-19, peningkatanpendapatan negara yang dihasilkan dari peningkatan tarif PPN nantinya akan digunakan untuk menunjang pemulihan ekonomi& keberlanjutan pembangunan nasional. Selain itu, kenaikanPPN ini diharapkan dapat membangun fondasi pajak yang kuat. Hal ini sangat penting bagi Indonesia di mata dunia, terlebihPPN saat ini masih relatif cukup rendah dibanding negara-negara lain.
Beliau juga menyikapi akan ada aspek di masyarakat yang terdampak, misalnya berpengaruh pada daya beli masyarakatyang kembali tertekan atau bahkan menurun. Belanja produksekunder juga akan tertahan dimana masyarakat akan menundauntuk memenuhi kebutuhan sekunder mereka. Kemudian beliaujuga mengkhawatirkan bahwa kenaikan PPN juga dapatberpengaruh terhadap daya saing produk lokal, yang mana apabila produk lokal ini mengalami kenaikan harga karenakenaikan PPN, dikhawatirkan justru konsumen akan beralih kebarang import yang bisa jadi lebih terjangkau harganya.
“Pemerintah pasti sudah mengkaji dengan sangat matang ataskebijakan tersebut sehingga dapat memberikan hasil yang balance antara peningkatan penerimaan pajak dengan dampakyang akan terjadi di masyarakat. Disamping itu, masyarakatsendiri juga harus lebih selektif dalam belanja kebutuhan rumahtangganya dan dapat mengelola keuangannya secara baik. Kesadaran berinvestasi juga perlu diterapkan, sepertimenginvestasikan kepada instrumen keuangan yang dapatmemberikan hasil yang optimal, seperti saham, obligasi maupunreksadana”, imbaunya di akhir wawancara (22 Maret 2024).